CLASIFIED CULTURE | CONTEMPORARY | 29 Agustus 2019

Alasan Lagu Versi Cover Bisa Lebih Terkenal Daripada Versi Aslinya

Tren meng-cover atau membawakan ulang lagu sudah jamak di masa kini.

Sejak era 70-an, banyak band yang membawakan lagu musisi lain. Uniknya (atau celakanya?) lagu versi cover bisa lebih terkenal dibanding versi aslinya. Mengapa hal demikian bisa terjadi? 

Dalam dunia pen-daur-ulangan lagu, tentu kita masih ingat dengan kejadian cover lagu Akad milik Payung Teduh (atau kasus Sunset di Tanah Anarki antara SID dan Via Vallen). Cobalah untuk mencari kata kunci Akad di YouTube. Beragam versi daur ulang Akad bisa didengarkan, termasuk versi gitaris sekaliber Sungha Jung.

Hal yang menarik adalah perbandingan jumlah penonton versi cover dan aslinya. Lagu MV (music video) Akad Payung Teduh dilihat hampir 99 juta kali per 2018. Sedangkan cover version yang dibawakan Hanin Dhya ditonton sekitar 58 juta kali di tahun yang sama. Ini membuktikan, cover version tidak kalah dengan versi aslinya.

Mau contoh yang lebih ekstrim lagi? Lagu Twist and Shout. Fans The Beatles “kemarin sore” akan mengira jika Twist and Shout adalah lagu ciptaan band asal Inggris itu. Aslinya, Twist and Shout adalah lagu ciptaan grup vokal The Top Notes. Namun lagu tersebut sudah identik dengan The Beatles dan jadi tembang andalan mereka.

Hal yang kurang lebih sama, terjadi saat mendengarkan Dazed and Confused. Pencinta musik rock 70-an, nampaknya akan setuju jika Dazed and Confused lebih cocok dibawakan oleh Led Zeppelin. Namun Dazed and Confused pada dasarnya adalah ciptaan Jack Holmes. Kontras dengan versi Holmes yang lebih ballad, Jimmy Page memperkosa” lagu ini dengan melodi jenius didampingi nada bass yang penuh. Di tangan Page dkk, Dazed and Confused terasa seperti lagu milik Led Zeppelin.

Ada beberapa hal yang menyebabkan versi cover dari sebuah lagu bisa lebih hits daripada versi original. Bisa jadi versi daur ulang dari sebuah lagu memang lebih enak daripada aslinya. Bagi para pendengar musik kasual, persoalan musik hanya dua: enak dan nggak enak. Umumnya (supaya tak mengeneralisasi), pendengar musik kasual lebih mengedepankan unsur easy listening. Asal musiknya enak, suara vokalnya renyah, cover version dari penyanyi tersebut jadi playlist wajib saban hari.

Berbeda dengan para pendengar kritis yang mendengarkan lagu dari segi kualitas vokal, instrumen, genre, background musisi, dan lain-lain. Bukan berarti pendengar musik yang kritis tidak peduli dengan enak atau tidaknya lagu. Bagi mereka, nikmat lagu versi cover hanya sesaat.

Namun tidak ada yang salah dari pendengar musik kritis atau kausal. Karena saat berada di ranah selera, berdebat soal lebih bagus versi asli atau cover jelas tak ada ujungnya. Lagi-lagi bagus atau tidak adalah urusan yang relatif.

Hal lain yang membuat cover lagu bisa lebih terkenal daripada versi aslinya adalah nuansa yang ditawarkan. Saat mendengarkan Twist and Shout versi The Top Notes, kebanyakan orang akan setuju jika versi band yang hits pada awal 60an itu lebih cocok dinikmati di bar atau club jazz yang mana kebanyakan orang lebih memilih duduk dan bercengkrama. Maklum musik fusion memang cukup digandrungi di bar kala itu.

Lain halnya dengan versi band asal Liverpool ini. Beatlemania akan setuju jika Twist and Shout versi John Lennon dkk sangat asyik untuk berjoged dan bernyanyi bersama. Karena dibawakan dengan lebih lambat, maka penonton bisa ikut bernyanyi, menari, dan menikmati. Ditambah aransemen vokal yang saling bersautan antara John Lennon, George Harrison, dan Paul McCartney membuat Twist and Shout terasa lagu milik The Beatles. Hal yang kurang lebih sama juga terjadi pada lagu Till There Was You yang aslinya ada milik Sue Raney dan dibawakan ulang oleh The Beatles dan Peggy Lee.

Yang tak kalah penting adalah inovasi dari lagu cover. Mari kita ambil contoh lagu Indonesia. Saat Vidi Aldiano merilis MV Nuansa Bening, mereka yang mengalami masa remaja di tahun 2000an akan setuju lagu tersebut terasa milik Vidi Aldiano. Padahal Nuansa Bening pertama kali dibawakan oleh Keenan Nasution. Berbeda dengan versi aslinya yang menaruh chorus di bagian akhir, aransemen yang dibawakan jebolan Indonesia Idol tersebut menaruh chorus selang seling dengan bait yang ada. Dibumbui rap dari J-Flow pada bagian yang tepat dan vibra khas Vidi, membuat Nuansa Bening versinya tidak mengecewakan. Versi Vidi Aldiano rilis pada waktu yang tepat yang mana musik pop RnB di Indonesia sedang di atas angin.

Hal yang juga mempengaruhi versi cover bisa lebih terkenal adalah musisi atau band yang membawakan lagunya. Lagu Till There Was You dan Twist and Shout yang dibawakan ulang dengan gaya khas The Beatles, semacam produk unggulan bertemu dengan brand ambassador yang tepat.

Artinya ada kecocokan antara karakter lagu, karakter bermusik The Beatles, dan kepopuleran The Beatles di mata fans. Atau lagu The Man Who Sold The World yang dibawakan oleh Nirvana yang aslinya adalah milik David Bowie yang hits di tahun 70an. Walau dibawakan dengan nuansa akustik, warna suara Kurt Cobain berhasil mengelabui pendengar seperti lagu milik Nirvana.

Lewat beberapa kasus di atas, dapat dilihat bahwa cover lagu adalah bentuk sikap kritis yang dibarengi solusi. Mengapa demikian? Saat mendengar lagu versi asli, Nirvana, Vidi Aldiano, Led Zeppelin, dan musisi lain yang melakukan cover pada dasarnya dapat melihat “titik janggal” dari lagu tersebut.

Membawakan kembali dengan ciri khas masing-masing musisi, tentunya bisa menawarkan warna dan interpretasi yang lain dari sebuah lagu. Tentunya baik esensi maupun persoalan “enak mana”, jelas sangat bergantung pada yang mendengarkan. Jadi, kamu tim original atau cover, nih?

 

Penulis: FX Praba Agung

Editor: Fik


Photography By : Istimewa

Please wait...