CLASIFIED ARTS | DISCOVER | 24 Agustus 2019

Auto-Tune, Sebuah Revolusi di Dunia Musik Pop

Auto-Tune adalah teknologi yang banyak dibenci dan dicinta. Banyak orang menghujatnya, namun lebih banyak lagi yang tidak bisa lepas darinya.

Kamu pasti sudah pernah dengar Auto-Tune. Efek Auto-Tune yang dipakai di musik pop kadang bisa jelas terdengar dan kadang hampir tidak terdengar. Namun tahukah kamu bahwa Auto-Tune tidak diciptakan oleh seseorang yang berasal dari industri musik, melainkan seorang ilmuwan yang bekerja di industri minyak? 

Penemuan Auto-Tune

Auto-Tune ditemukan oleh Dr. Andy Hildebrand, peneliti yang bekerja di perusahaan minyak. Salah satu terobosannya adalah mengembangkan autokoreksi, sebuah algoritme yang menggunakan gelombang seismik untuk menciptakan peta bawah permukaan yang terperinci. Peta ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan minyak untuk menemukan potensi situs bor. 

Selanjutnya, ia melakukan terobosan yang lebih besar, yaitu mengembangkan autokoreksi (autocorrection) menjadi koreksi pelemparan nada (pitch-correct). Kemudian ia menciptakan Antares Audio Technologies dan menelurkan software Auto-Tune lahir pada 1996.

Di luar matematika, Hildebrand memiliki passion di bidang musik. Dia adalah seorang mahasiswa yang membiayai kuliahnya hasil dari mengajar dan memainkan instrumen flute. Pada 1989, ia meninggalkan perusahaan minyak tersebut untuk melahirkan Antares Audio Technology, meski belum terlalu paham yang akan perusahaan teliti dan kembangkan. 

Ide membuat Auto-Tune muncul saat salah seorang teman kuliahnya bercanda bahwa Hildebrand harus membuat mesin agar seseorang dapat bernyanyi sesuai nada. Ide ini bersarang di pikirannya. Hildebrand menyadari bahwa rumus matematika yang ia gunakan untuk membuat peta dapat diaplikasikan untuk mengkoreksi lemparan nada. 

Melalui Antares, Hildebrand membuat beragam jenis Auto-Tune. Ada yang menambah kehangatan pada vokal, meningkatkan “kehadiran” penyanyi di lagu, dan membuat suara nafas lebih intens. Selain itu, ada juga yang anti-naturalistik, yaitu membuat ragam suara aneh. Seolah-olah dapat membuat versi unik dari bahasa alien. 

Masuknya Auto-Tune ke musik pop

Lagu pertama yang menggunakan Auto-Tune adalah single Believe dari Cher yang rilis pada Oktober 1998. Sebenarnya teknologi korelasi pitch tersebut sudah ada satu tahun sebelum Believe sukses di tangga lagu. Tetapi, keberadaan Auto-Tune sengaja disembunyikan. Termasuk produser lagu, Mark Taylor dan Brian Rawling, menyimpan rahasia trik tersebut. 

Akhirnya rahasia tersebut terungkap.Semenjak saat itu, industri rekaman tidak pernah sama lagi. Sekarang, hampir setiap track lagu populer yang kamu dengar di rumah atau di mobil, pasti telah melewati Auto-Tune di studio untuk menciptakan efek tertentu. Auto-Tune dipakai dari membetulkan nada piano yang salah hingga mengkoreksi lemparan nada di seluruh lagu. 

Berbeda dengan penyanyi lain yang memandang rendah Auto-Tune atau menggunakannya dengan sembunyi-sembunyi, seorang penyanyi dan penulis lagu R&B bernama T-Pain justru merangkul teknologi ini dengan hangat. Sebelum memutuskan untuk menggunakannya, T-Pain menghabiskan dua tahun meneliti tentang Auto-Tune. Bahkan ia bertemu langsung dengan Hildebrand. 

T-Pain menjadi penyanyi yang terkenal sebagai pengguna Auto-Tune. Ia juga berpartner dengan Antares untuk mengeluarkan aplikasi Auto-Tune di iPhone bernama I Am T-Pain. 

Penyanyi berkulit hitam ini mendobrak stigma bahwa orang-orang yang menggunakan Auto-Tune adalah orang-orang yang tidak bisa bernyanyi. Pada 2015, T-Pain membuat media tercengang karena penampilannya saat menyanyikan lagu nasional di game Los Angeles Dodgers tanpa Auto-Tune. Penampilannya jadi sangat viral dan penonton terkejut dengan suaranya yang indah. 

Keputusan Kanye West menggunakan Auto-Tune di album 808s & Heartbreak membuat teknologi ini lebih prestisius daripada sebelumnya. West menemukan bahwa suara hasil Auto-Tune dapat menggemakan rasa patah hatinya karena meninggalnya sang ibu. West dan T-Pain bereksperimen menggunakan Auto-Tune bersama-sama dan keluar lagu Love Lockdown sebagai single utama dari album keempatnya tersebut. 

Penggunaan Auto-Tune oleh Bon Iver di album “For Emma, Forever Ago” juga memberikan dampak yang besar pada tren musik populer. Di lirik “I’m up in the woods, I’m down on my mind”, Iver bernyanyi berulang-ulang dengan Auto-Tune yang lambat. Langkah Iver ini menginspirasi penyanyi lain, termasuk James Blake dan How To Dress Well. 

Auto-Tune yang tidak bisa dipisahkan

Auto-Tune memang banyak membantu para musisi, tetapi tidak sedikit juga yang membenci teknologi ini. Bahkan, majalah Time pernah memasukkan Auto-Tune ke dalam daftar The 50 Worst Inventions, dan menyebutnya sebagai “Teknologi yang dapat membuat penyanyi dengan suara buruk menjadi bagus dan membuat suara jelek terdengar seperti robot.” 

Penyanyi indie Death Cab for Cutie muncul di Grammys 2009 dengan menggunakan pita biru sebagai kampanye untuk melawan Auto-Tune. Bahkan Jay-Z juga mengeluarkan lagu berjudul D.O.A - Death of Autotune pada 2009. 

Auto-Tune dulu dan sekarang memiliki perubahan yang krusial. Jika dulu Auto-Tune digunakan untuk mengkoreksi hasil rekaman asli, maka kini Auto-Tune digunakan sejak proses rekaman berlangsung. Sekarang, banyak para musisi yang sudah bernyanyi dengan suara yang sudah dikoreksi, sehingga mereka belajar cara memaksimalkan efek tersebut.

Akibatnya, kini para teknisi sudah tidak memiliki versi mentah untuk diperbaiki. Hampir tidak ada karya original lagi, karena semuanya sudah mengalami Auto-Tune sedari awal.

 

Penulis: Nia Janiar

Editor: Fik


Photography By : Jcomp, Bedneyimages

TAGGED :
Please wait...