CLASIFIED CULTURE | JOURNEY | 17 Agustus 2019

Geliat Third Wave Emo yang Kembali Berdenyut

Circa 2000-an skena dipenuhi dengan manusia-manusia rambut berponi hampir nutupin mata

Circa 2000-an skena dipenuhi dengan manusia-manusia rambut berponi hampir nutupin mata dengan outfit celana ketat, iket pinggang yang kudu keliatan, kaos body sized dan mengasosiasikan diri dengan brand sepatu Macbeth atau Draven. Sebuah identitas dari emo kids! Kalau nggak paham banget roots-nya emo, bisa salah paham sama tampilannya Babang Andika yang pada saat itu juga lagi populer bersama Kangen Band yang beneran bikin kangen liat aksi panggung mereka.

Ok, balik lagi bahas emo yang buat generasi kelahiran akhir 1980-an hingga awal 1990-an, emo adalah sebuah term yang sangat familiar di kuping. Bahkan emo adalah sebuah fase yang pernah dilewati oleh hampir seluruh remaja di generasi tersebut. Pas banget emang momennya, dimana third wave emo muncul lewat band-band kayak Story of The Year, Dashboard Confessional, Finch, The Used, Rufio, Thrice, Thursday, Emery, Alexisonfire, Silverstein, Brand New, Early November, dan Funeral For A Friend, Matchbox Romance, Ataris, dll.

Serunya lagi menurut gogon aka gosip underground beberapa dari band tersebut ada yang nggak mau ngaku emo. Pergunjingan perihal band-band emo di skena lokal juga lumayan seru, banyak yang mencemooh emo. Hingga akhirnya emo pun seperti ditelan bumi, nggak bersisa, baik di skena maupun di playlist lagu kita.

Nah, tiba-tiba di Mondo by The Rooftop pada pertengahan tahun 2016, melalui acara Sugar, We’re Going Down Singing!, kolektif zine Sobat Indie bersama We Hum Collective mengajak kita mengunjungi kembali masa-masa itu dalam suasana karaoke bersama yang seru.

Lewat Sugar We’re Going Down Singing! kita diajak nostalgia balik ke momen pertama kali merasakan sakit hati, jatuh cinta dan kehilangan, kalau istilah mereka reminiscence back to the sad yet good old days.

Terus juga pelan tapi pasti bermunculan band-band emo seperti Beeswax, Modern Guns, Eleventwelfth dan lain-lain yang menggantikan peran Dagger Stab dkk di skena emo. Pas banget juga band math/twinkle emo, Eleventwelfth melakukan tur ke Jepang dan mendapatkan exposure yang ujung-ujungnya emo kembali mendapat perhatian.

Apalagi kemarin sempet rame di media sosial perseteruan penggunaan term Emo Night dan Emo Night JKT yang harus didaftarin kalau mau sah sebagai sebuah acara musik emo dengan format DJ set yang memutarkan lagu-lagu luar maupun lokal populer tahun 2000-an yang orisinil. Jelas emo makin naik dong. Makin jadi lagi pas band yang dijuluki Rolling Stone sebagai “Godfather of Emo”, American Football manggung di Jakarta.

Melihat momen tersebut, bahkan Synchronize Fest 2019 memutuskan untuk menampilkan kembali band-band emo yang pernah eksis di skena lokal era 2000an. Line up unit emo yang akan tampil di Synchronize Fest 2019 pun beragam, mulai dari Alone At Last, Jakarta Flames, Too Late To Notice, Majesty, The Side Project, Speak Up, Seems Like Yesterday, hingga Killed By Butterfly, Killing Me Inside Reunion, dan Diunderdogg – Emo Revival.

Mhhmm, apakah emo kembali mengambil posisi atau sekedar nostalgia?

 

Penulis: Raditya Nugroho 

Editor: Fik


Photography By : Istimewa

TAGGED :
Please wait...