CLASIFIED MUSIC | ORIGINS | 10 November 2019

Mendengarkan ‘Tarian Penghancur Raya’ yang Sarat akan Kritik terhadap Degradasi Lingkungan dan Budaya

“Semua yang Asri Hancur, Semua yang Asli Luntur.”

Tarian penghancur raya adalah lagu kedua dari album ketiga .Feast yang dirilis jumat kemarin (08/11). Seperti strategi pemasaran yang sudah-sudah, lagu tesebut dirilis secara gratis di beberapa kanal digital. Salah satunya adalah youtube melalui channel Sun Eater. Melalui kanal ini, diunggah dua video musik yang bertajuk official audio dan official lyric video dari lagu tersebutyang disiarkan secara perdana dini hari pukul 00.00 WIB.

Yang menarik dari lagu ini adalah substansi yang terkandung di dalam liriknya sekaligus kritik yang diangkat. Lebih menariknya lagi, kedua poin ini dibawakan dengan sangat apik secara visual dengan video liriknya yang menampilkan seorang penari gandrung yang menari secara solo. Selain itu pula, berbeda dari lagu-lagu yang sebelumnya telah ditelurkan, lagu ini memperdengarkan alunan gamelan di bagian intro. Penggunaan unsur musik ini seolah membawa susana yang teramat magis bagi para pendengarnya yang sekaligus mempresentasikan judul lagunya sendiri, yakni tarian.

Apabila ditinjau secara keseluruhan, poin pokok dari lagu ini telah disampaikan di scene awal dari video liriknya, yakni semua yang asri hancur, semua yang asli luntur. Dua frasa ini mewakili keresahan sekaligus ktirik mendalam terhadap dua permasalahan yang semakin marak terjadi akhir-akhir ini, yakni kerusakan lingkungan dan sikap represif terhadap budaya asli Indonesia oleh segelintir kelompok masyarakat.

Penggunaan teknologi yang menghasilkan Freon sebagai salah satu unsur penyebab efek rumah kaca, produksi plastik berlebih serta kebijakan yang mengarah pada alih fungsi lahan hutan merupakan beberapa isu terkait kondisi lingkungan yang dimuat di dalam lirik lagu tersebut. Kritik kondisi sosial saat ini juga secara eksplisit disampaikan dalam liriknya semisal tuli pada yang belajar alam sehingga bertebaran polisi-polisi fatwa yang gampang mengharamkan satu dua dan hal-hal lain yang berujung pada pembungkaman kearifan lokal. Semua itu apabila berlangsung terus demikian, hanya tinggal menunggu waktu sampai tiba malapetaka.

Satu lagi pesan yang tersirat adalah saat memasuki bagian akhir video lirik, penari gandrung melepas mahkotanya untuk memasang masker karena ruang menarinya dipenuhi oleh asap. Hal ini merupakan kritikan keras terhadap banyaknya kasus kabut asap yang belakangan terjadi yang ironisnya disebabkan oleh ulah segelintir manusia sendiri.

Tak kalah penting dari itu, latar belakang kenapa dalam video lirik ditampilkan tari gandrung dari awal sampai selesai lagu juga dijelaskan dalam akhir video lirik di mana dituliskan: “pada tahun 2018, Tari Gandrung dari Banyuwangi dipermasalahkan oleh beberapa kelompok masyarakat tertentu. Ia adalah satu dari sekian banyak warisan asli kebudayaan Indonesia yang terancam keberadaannya karena satu dan lain hal.”

Dari lagu ini, kita dan juga mereka telah diingatkan oleh .Feast bahwasanya lingkungan alam serta kearifan dan budaya lokal kita yang menjadi ciri khas nusantara terancam eksistensinya. Kebijaksaan kita dan juga mereka agar selalu bisa menjadi manusia adalah kuncinya.


Photography By : Twitter @listentofeast

TAGGED : Psychedelic, Single
Please wait...