CLASIFIED MUSIC | ORIGINS | 09 Agustus 2019

Nge-DJ Pakai Kaset Ribet Buat Pemuda Sinarmas, Tapi Menantang

Kesan pertama saya saat melihat aksi panggung Pemuda Sinarmas “Njir, ribet banget sih? Nge-DJ pake kaset”.

Kesan pertama saya saat melihat aksi panggung Pemuda Sinarmas “Njir, ribet banget sih? Nge-DJ pake kaset”. Pemuda Sinarmas bisa jadi alternatif buat kalian yang bosan dengan penampilan dan playlist DJ yang begitu-gitu aja. Lagi-lagi mainin lagu pop lawas macem Dewa 19, Reza Artamevia atau Chrisye.

Pasalnya yang gak bikin kalian bosan pria bernama asli Fardin Tio (27) bermain DJ menggunakan kaset. Bisa dibilang Fardin adalah seorang Cassette Jockey (CJ) bernama panggung Pemuda Sinarmas. Kalian akan melihat betapa ribetnya Fardin mengganti-ganti kaset di decknya seiring transisi ke lagu berikutnya. Buat saya disitulah uniknya.

Penampilan Pemuda Sinarmas pertama kali saya tonton dalam sebuah kolektif gigs bernama Gara-gara Blok M tahun ini. Sebuah gigs yang menarik karena bertempat di Lounge Obama Fans Club, terletak di “red district” Jakarta yang mungkin anak muda Jaksel males ke sana. Niat saya hanya ingin nonton kolektif elektronik Fisika Matematika, namun niatan saya untuk pulang tertahan saat Pemuda Sinarmas manggung. Njir, serius loh namanya Pemuda Sinarmas banget?

Ternyata gak cuma sekadar gimmick nama, penampilannya menggugah. Dari tampilannya saja sudah eye catching dengan jaket kebesaran warna-warni ala 80-an. Ketika Pemuda Sinarmas main ia benar-benar menggunakan kaset player dan mixer untuk memainkan lagu mixtapenya. Saat memainkan ia memutar pita kaset dengan sebuah pulpen. Macam anak kecil yang hobi muterin pita kaset dengan pulpen.

Lagu mixtapenya juga gak cuma “Izinkan aku untuk terakhir kalinya” Reza Artemevia (gua tau kok judul aslinya) atau “Juwita”-nya Chrisye yang dinyanyikan cewek-cewek lucu di club ibu kota. Fardin memilih lagu-lagu yang pernah popular di zaman 70 dan 80-an namun masih banyak anak kelahiran 90an tau lagunya tapi tidak tau penciptanya. Seperti Singkong Keju Arie Wibowo, Kugantungkan Cintaku Gombloh, Mungkinkah Terjadi Utha Likumahuwa serta lagu senam Poco-Poco.

Kapsul Waktu Mengenal Musik Elektronik Indonesia Sekelas New Order

Tempo lalu saya mendapat kesempatan untuk mewawancarai pria yang biasa dipanggil Azis ini. Di awal obrolan ia bercerita bahwa nama Pemuda Sinarmas sempat disensor hanya karena namanya terkait dengan sebuah perusahaan properti besar saat tampil di tv swasta. “Nama panggung yaa, muncul gitu aja gak tau kenapa. Hahaha” banyol Azis.

Azis sendiri mengakui bahwa penampilannya nge-CJ emang ribet. Tapi ia menemukan hal yang gak biasa seperti temukan harta karun didalam perairan laut luas. Keribetan itulah yang membuat Azis jadi paham mengenai nada, tempo dan unsur musik lainnya. Seperti pada umumnya untuk memulai memang sulit tapi ia pelajari sendiri secara otodidak.

“Yang lebih PR sebenarnya hafalin pita kasetnya ada di lagu apa, menit ke berapa. Kaset mana ada display digitalnya, yaa, mau gak mau harus paham gulungan segini lagu apa” tuturnya.

Selain belajar soal musik, Azis juga mempelajari musik era 80-an yang ternyata memiliki kualitas musik gak main-main. Sebut saja Transs, band kesukaannya yang dimainkan oleh Fariz RM, Erwin Gutawa bersama 7 teman mereka. Buatnya ini bisa jadi sekelas New Order atau a-Ha yang dimiliki Indonesia. “Wah, ini sih, kelas dunia. Langka banget kasetnya, mereka juga cuma ngeluarin satu album,” aku Azis.

Pemuda yang juga berprofesi sebagai videografer ini telah melakukan misinya mengenalkan musik 80-an Indonesia yang epik ke generasi sekarang. Bahwa ini loh, kita punya musik berkualitas di tahun segitu.

Karena ikut mengoleksi kaset yang jumlahnya sudah 3000-an mau gak mau dia paham soal musik era 80-an. Eksplorasinya bersama kaset memperkenalkannya ke Transs, Utha Likumuhuwa dan Arie Wibowo.

“Arie Wibowo keren sih, komposernya Bill & Brod. Ia bisa masukin unsur jaipong ke elektronik pop gitu. Kerenlah” ungkap Azis.

Mungkin gara-gara Azis mengkurasi dan memainkan musik era 80-an anak muda sekarang jadi paham artis-artis ditahun jebot itu. Ia punya trik sendiri untuk memperkenalkan artis lawas yang awam dikenal anak muda sekarang agar tidak memaksa. Caranya di lagu pembukaan ia mainkan lagu-lagu era 2000-an yang lebih dikenal atau dengan mainkan lagu lawas yang umum seperti Chrisye atau Koes Plus. Ditengah baru ia masukan seperti Utha Likumahuwa, Bing Slamet sampai Bill & Brod. 

Buat saya itu seperti mengarungi kapsul waktu ke musik era 80-an yang pop Indonesianya begitu terasa.

Ia sendiri sangat suka dengan musisi Indonesia yang nge-pop ala lagu barat namun tidak meninggalkan kesan etnik Indonesianya. Etnik dalam pengertiannya gak hanya berpaku sama instrumen tradisional saja tapi juga budaya Indonesia seperti keroncong dan jaipong. Buatnya ini penting karena musik Indonesia gak harus sama persis dengan barat. Lebih bagus jika etnik banget nge-popnya syarat aja.

“Gua agak risih ngeliat anak zaman sekarang tren disana (musik barat) begini, eh diikutin plek. Maksud gua boleh aja kita berkiblat tapi harus masukin budaya kita juga laah,” tutupnya.

Penulis: Reza Rizaldy

Editor: Fik

 


Photography By : Istimewa

TAGGED :
Please wait...