CLASIFIED MUSIC | ORIGINS | 28 Agustus 2019

Parahidup: Album Persembahan Para Pejuang Hidup

Selang lima tahun, akhirnya Dialog Dini Hari melepas album terbarunya.

Lorong penuh graffiti di gedung tua yang melegenda di bilangan Fatmawati, Jakarta menyiratkan banyak energi yang tertinggal. Usang bukan berarti hampa. Justru Rossi Musik Jakarta menjadi saksi bisu banyaknya musisi dan grup musik serta penikmatnya saling beradu energi di setiap pertunjukkan berbagai genre dan lintasan waktu. 

Sebulan lebih dari perilisan resminya di platform digital 17 Juli lalu. Malam itu (22/8) band asal Bali, Dialog Dini Hari (Dadang “Pohon Tua”, Denni Surya, dan Brozio Orah) menggelar konser album terbaru mereka bertajuk Parahidup. Tidak ada senja ataupun kopi yang membuat asam lambung, begitu celoteh Dadang di atas panggung. 

Genre folk yang melekat dan penafsiran sempit dalam masyarakat membuat Dadang dan kawan-kawan Nampak tergelitik. Karena sejatinya folk lebih penting merespon keadaan sosial ketimbang hanya turut menjadi bagian penikmat kopi dan senja saja dengan balutan musik bernada minor. “Folk adalah bagaimana kita lebih sensitif terhadap keadaan sosial,” ujar Dadang saat ditemui sehari sebelum penampilannya di Jakarta. 

Selang lima tahun dari album sebelumnya, Tentang Rumahku, album Parahidup mulai melebarkan eksplorasi sonik dan komposisi instrumen yang sangat terasa di dua lagu Dalam Kedangkalan dan Hyena. Apalagi malam itu Hyena dibawakan bersama Stella Gareth. Secara format penampilan tentu jadi satu daya tarik tersendiri dengan instrumen Moog Sub Phatty yang dimainkan Stella dan dilanjut dengan lagu Tikus. 

Eksplorasi tersebut bukan lantaran keengganan mereka untuk mulai memasukkan pada album-album sebelumnya, tapi menitik beratkan pada pemahaman dan penggunaan eksplorasi tersebut agar tak terkesan memaksakan. Barulah di album ini semua bisa dilakukan dengan kadar yang tepat dan pas, bukan sekadar menempel pada bagian-bagian track tertentu. Coba saja kamu nikmati albumnya. 

“Semuanya direkam secara live, kita bertiga dan eksplorasinya ingin tetap bisa dimainkan sendiri. Hanya beberapa track yang dilakukan secara post production,” kata Denny Surya, drummer Dialog Dini Hari yang sedang mengembangkan kabel untuk produksi musik. 

Semua ini berhasil dibuktikan dan sukses pada konser sederhana malam itu. Selain Stella, Dialog Dini Hari juga mengajak musisi Aik Krisnayanti “Soul and Kith” asuhan Pohon Tua. 

Ada hal kontradiktif dari album sebelumnya, Tentang Rumahku yang lebih berbicara banyak makna kehidupan berbahagia. Tapi justru di album Parahidup ini terasa ketidak relaan dan sematan harapan-harapan mereka terhadap kondisi kehidupan saat ini. 

“Waktu kita bikin Tentang Rumahku, keadaan di sekeliling kita memang lain, setelah empat tahun kemudian, semua keadaan berubaah, dari segi lirik dan instrumen yang mau kita bawakan juga terpengaruh,” sambung Zio. 

Lebih lanjut, Dadang mengatakan di album ini bercerita tentang banyak orang dan kawan-kawan, tidak hanya mereka bertiga. “Di antara keterpurukan semua, ada fase maju lagi, bangkit lagi, itu menurutku adalah perjuangan dan ada yang diperjuangkan. Bagiku album ini adalah bingkisan untuk para pejuang hidup,” pungkas Dadang.

 

Penulis/Editor: Fik


Photography By : Istimewa

Please wait...