CLASIFIED CULTURE | JOURNEY | 12 Juli 2019

Saling Silang Musik dan Skateboard

Waktu lihat video Jason Dennis lijnzaat main di venue skatepark Palembang saat Asian Games 2018, saya jadi ingat video-video brand skateboard Amerika, kayak Thrasher atau lainnya.

Waktu lihat video Jason Dennis lijnzaat main di venue skatepark Palembang saat Asian Games 2018, saya jadi ingat video-video brand skateboard Amerika, kayak Thrasher atau lainnya. 

Asli, saya awalnya sempat males-malesan untuk lihat aksi skateboarder Indonesia di kompetisi Asia itu, sampai akhirnya Dennis ini muncul. 

Skater 14 tahun ini, lucunya, tekuk-tekuk siku kakinya sebelum turun di lapangan skate setengah lingkaran Jakabaring (Palembang). Habis itu dia kasih lihat gerakan "olie", tekuk-tekuk siku kaki lagi, terus "grind", terus tekuk-tekuk siku lagi, gaya "rock and roll". Puncaknya pakai klimaks segala: kasih lihat "upside down" (jungkir balik) di detik-detik akhir. 

Tanpa fakta kalau Dennis dapat medali perak saja, aksinya sudah jadi hiburan buat saya: weits.... skateboarder Indonesia sudah sejauh itu ternyata (Indonesia dapat 4 medali, tiga lainnya dari Darma Tanjung Sanggoe, Permana Putra Pevi, dan skater perempuan Nyimas Bunga). 

Waktu nonton ulang berkali-kali video Dennis di Asian Games, cara mainnya yang santai bikin langsung kebayang lagu soul kayak Everybody Loves The Sunshine Roy Ayers Ubiquity - yang jadi favoritnya rapper senor Dr Dre. Boleh dong, yang chill-chill, meski biasanya kan anak-anak skater dengar melodic punk, hardcore, dan metalcore. 

Skateboard dan musik, dua-duanya sudah jadi satu selain cokelat - makanan skater karena mereka butuh pasokan gula yang banyak. Waktu saya bilang biasanya anak-anak skater dengar melodic punk atau hardcore, saya kira itu adalah catatan sejarah awal mula skateboard di Indonesia. 

Mungkin tepatnya musik cadas. Umumnya catatan sejarah skateboard di Indonesia yang saya bahas ini terjadinya di era 1980-an akhir, ketika orang-orang lagi doyan trash metal dan awal masuknya musik hardcore. 

Sejumlah toko skateboard di Bandung yang muncul di kisaran 1990-an diklaim jadi bukti pertama bagian dari sejarah skateboard. Indonesia juga di tahun itu sudah punya sederet band indie yang dekat dengan skater, yang identitasnya pakai celana kargo plus kaus kegedean, sepatu Vans, Airwalk, Converse versi pinggiran tebal ini - supaya awet karena sering tergesek. 

Bandnya? Bisa jadi Pas Band era awal, atau melodic punk Sendal Jepit yang harmonisasi vokalnya manis kaya The Beach Boys. 

Memangnya ini awal mula asli dari sejarah skateboard Indonesia sama musiknya? Bukan cuma itu pertanyaannya. Saya juga penasaran kenapa Indonesia - maksudnya lembaga olahraga dan stakeholder - anggap serius yang namanya skateboard sampai akhirnya masuk Asian Games, padahal ini kan cuma mainan. 

Eh ternyata saya salah. Anggapan skateboard Indonesia dimulai 1980-an akhir juga selip sedikit. Semua pertanyaan itu terjawab sekaligus dari satu artikel tua di surat kabar tahun 1978. Jelas kebaca kalau artikel itu bahas sedikit lomba skateboard yang diadakan sama radio Prambors. Wah, jadi dari era itu, skateboard udah serius di Indonesia. Tapi kok enggak se-hype era 1990-an ya? 

Bisa jadi, kulturnya belum melibatkan musik underground atau clothing, cuma sekadar papan luncur. Baru di tahun 1990-an kira-kira, papan beroda yang bisa diajak loncat-loncat ini jadi fenomena di Indonesia. 

Di tahun 1970-an, skateboard mungkin masih jadi mainan mahal. Musik cadas di era itu juga sifatnya lebih ke psikologis: Black Sabbath, Deep Purple. Dibanding dengan anak-anak era 1990-an mungkin main skateboard sambil dengar Panthera sampai Pennywise, NOFX, dll. Lagi pula, Indonesia di tahun 1970-an lagi demam pop sama disko. 

"Sama... Suicidal Tendencies paling," tambah Anton, pembuat papan Solitude sekaligus fotografer skateboard yang juga biasa main di skatepark Kalijodo atau Taman Mini Indonesia Indah, soal band yang biasa didengar kalau lagi main skate. 

Cadas jadi unsur penting. Soalnya main skateboard juga sangat main fisik. Makanya mereka butuh cokelat, adrenalin, dan band-band yang ketukannya rapat, bikin mental, yang mungkin kalau di genre elektroniknya bisa pakai drum n bass. 

Musik skateboard pada era sebelum ini cenderung beda karena start-nya juga dari area pantai. Mulanya dari anak-anak pantai yang pindahin gaya surfing - papan selancar ke darat ("sidewalk surfing") waktu ombak kayaknya lagi rata dan enggak seru. 

Ya buat dunia surfing, surf rock jadi andalan, tetapi sisanya mungkin belum terlalu ekstrem termasuk buat skateboard era awal yang tepian papannya masih rata, namanya aja boxes wooden skateboard, artinya enggak bisa diajak banyak gaya. 

Katanya, di tahun 1969, ada orang yang namanya Larry Stevenson - sayangnya gagal bikin paten - yang akhirnya ubah sejarah skateboard dengan sesimpel bikin "kicktail" di skateboard-nya: tekukan kecil di ujung papan supaya bisa diajak naik, bahkan akhirnya jadi sarana buat loncat-loncatan, ollie (idenya dari Alan Gelfand tahun 1978). 

Dari model kicktail ini, akhirnya papan skateboard berkembang jadi punya tekukan di depan-belakang (dan akhirnya enggak punya depan belakang karena bentuknya sama aja). Ini termasuk papan yang dipakai Dennis dan semua pemain skateboard era modern. 

Acara skateboard sama konser musik juga makin ramai, makin besar, dan eksistensinya sudah di tahap rutin kayak Vans Warped Tour yang tahun 2018 ini mulai umumkan nama-nama band yang bakal tampil. 

Sebagian lumayan legendaris, mulai dari Bowling For Soup, Reel Big Fish, SUM 41, Taking Back Sunday, Less Than Jake, Simple Plan, sampai The Used. 

Kalau lihat line-up band-bandnya, tuh kan core-nya masih ada: punk rock, yang keras-keras energik, tetapi ya makin hari makin macam-macam genre-nya. 

Ngomong-ngomong, skateboard baru mau masuk Olimpiade tahun 2020. Untung kita sudah mulai dari sekarang. Sudah kebayang siapa yang bakal jadi jagoan buat Indonesia (syukur-syukur ikutan lagi): Jason Dennis lijnzaat, Darma Tanjung Sanggoe, Permana Putra Pevi, dan Nyimas Bunga. Tinggal penasaran, musik apa ya yang cocok buat mereka?

Penulis: Wahyu Harjanto

Editor: Fik


Photography By : Dokumentasi Kokerekayu

TAGGED :
Please wait...