Selebrasi Satu Dekade: Horror Vision Yang Mengubah Hidup Kami

Tertanggal 6 desember 2018 silam adalah kali pertamanya semua personel Deadsquad era Horror Vision/Profanatik kembali duduk satu meja dan berkumpul bareng setelah sekian tahun dipisahkan oleh berbagai kesibukan masing-masing. Christopher Bollemeyer atau akrab dipanggil Coki fokus dengan NTRL, lalu Bonny Sidharta bertani ikan Cupang dan mendalami bisnis di dunia game konsol sampai terkesan hilang ditelan bumi, serta Andyan “Gorust” yang mengurusi The Eye, studio tato miliknya sambil menggarap materi-materi terbaru Hellcrust, bandnya selepas dari Deadsquad.

Sementara saya dan Stevie Item masih sama seperti dulu sejak tahun 2008, mengurusi segala tetek bengek Deadsquad, dari soal sponsorship, dealing panggung sampai lisensi merchandise. Kami juga sedang berkutat di studio menulis lagu-lagu terbaru bersama formasi baru.

Sebuah band yang melakukan reuni dengan anggota orisinal atau anggota spesifik di satu album tertentu adalah hal lumrah. Anthrax melakukannya pada medio 2005, berkumpul kembali dengan Joey Belladona, penyanyi ikonik mereka. Black Sabbath, Maha Bapa musik heavy metal yang beberapa kali sempat menggelar reuni timbul-tenggelam sampai akhirnya merilis album baru bertitel 13 pada 2013 silam.

Reuni Deadsquad sendiri bermula dari obrolan di rumah Tepi (panggilan akrab Stevie). Keputusan tersebut timbul dalam rangka momen selebrasi 10 tahun album pertama kami, Horror Vision, yang dirilis di bawah panji Rottrevore Records.

Selama ini terlalu banyak permintaan yang datang agar reuni formasi itu terlaksana, baik secara langsung maupun pesan-pesan digital yang membanjiri media sosial kami. Terima kasih kepada Pasukan Mati dan teman-teman dekat yang telah mendukung Deadsquad dari awal sampai saat ini.

Saya ingat Horror Vision resmi diterbitkan pada tanggal 9 Maret 2009 bertepatan dengan momen kami menjadi pembuka bagi konser Lamb of God di Tennis Indoor Senayan, Jakarta. Saat itu Lamb of God sedang berada di puncak kejayaan mereka lewat album terbarunya, Sacrament, sementara kami masih terbilang sebagai unit death metal unkown, tanpa satupun album dan belum pernah sekalipun main ke luar Jakarta.

Saya tertawa jika mengingatnya sekarang, ketika kami telah pergi ke banyak tempat dan bermain hampir di seluruh Indonesia, menjelajahi Asia sampai akhirnya mencapai Eropa. Armstretch Records kemudian merilisnya ulang beberapa tahun kemudian. Nama Horror Vision sendiri diambil dari single perdana Deadsquad MK 1 di mana Babal, vokalis pertama band ini dan gitaris Prisa Rianzi masih bergabung.

Perwujudan reuni Horror Vision pertama kali terjadi di dalam studio latihan pada tanggal 5 Februari 2019. Kami memainkan lagu-lagu lama yang sudah tidak pernah dibawakan lagi, mengaransemennya ulang dan lalu merekam. Kami meraba-raba setiap kort yang pernah kami ciptakan dahulu. Ada perasaan magis yang timbul seiring sensasi gila yang sulit untuk dideskripsikan. Adrenalin bercampur tawa dan sedikit haru, itulah yang saya rasakan.

Bulungan, arena formasi Horror Vision akan membuat sejarah nanti selalu terkenang sebagai panggung kedua bagi saya dan Coki di pertengahan tahun 2008. Sedangkan panggung pertamanya terjadi di Rossi Musik, sehari sebelumnya. Reuni ini direncanakan menjadi repertoar terpanjang dalam karier saya dan Tepi bermain di Deadsquad. Sekitar 15 lagu, yang tentu saja memberi tantangan fisik dan psikis. Ditambah pula beberapa nomor dari album Profanatik.

Dengan bermodal hanya tiga kali latihan, perasaan senang bercampur tegang meliputi diri saya. Di sinilah batas saya sebagai vokalis death metal diuji. Lima belas lagu dengan durasi hampir 1,5 jam adalah sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Di backstage sebelum naik panggung, saya nongkrong, banyak sekali teman-teman yang datang. Asap rokok memenuhi ruangan bersama tradisi alkohol yang berputar dari satu tangan ke tangan lain. Pada momen saat itu saya memilih untuk duduk menyendiri di sudut ruangan, membangun mood dengan menempel earphone yang memasang Soundgarden, Portishead, dan Bjork.

Yup, setelah Revenge The Fate turun panggung kini waktunya Deadsquad menghajar. Lima lagu awal berasal dari Tyranation dengan formasi sekarang. Transisi ke Horror Vision dilakukan begitu lampu panggung diredupkan dan intro Pasukan Mati bergema disusul masuknya Coki, Bonny, Gorust, Tepi dan saya. Rasanya bangga mendengar penonton ikut hafal per bait meneriakkan lirik yang telah saya ciptakan 10 tahun lalu. Berikutnya Merakit Sakit dimainkan dari album Profanatik, juga Sermon of Deception dari Horror Vision. Keduanya tidak pernah dipertunjukkan secara langsung selama ini.

Moshpit, wall of death, headbanging dan sing a long sepanjang konser telah berhasil mentransfusi adrenalin kami. Pasukan Mati yang datang dari luar Jakarta juga menjadi sesuatu yang spesial di acara tanpa sponsor ini. Kami berharap bisa bertandang ke kota-kota mereka secepatnya.

Menyaksikan keloyalan semacam itu semakin meyakinkan bahwa inilah hidup kami, hidup dari musik death metal, salah satu sub-genre yang tidak banyak diminati di negara-negara metal lainnya, tapi mampu begitu besar di Indonesia. Kami menuntaskan show dengan Manufaktur Replika Baptis. Empat ribu manusia membludaki Bulungan. Gila!Sejujurnya kami tercekat mendengar jumlah itu.

Paska panggung senyum dengan peluh mengucur membasahi raga dan jiwa kami. Happy vision, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi masa depan band ini. Passion saya dan Tepi akan selalu hidup dan terus bertambah untuk menjalankan Deadsquad.

 

Penulis: Daniel Mardhany

Editor: Rio Tantomo / Fik


Photography By : Dokumentasi Kokerekayu

TAGGED :
Please wait...