CLASIFIED CULTURE | JOURNEY | 12 Juli 2019

Toko Kaset DU68 yang Diam-Diam Jadi Tempat Sejarah Musik

Buat saya, toko barang bekas dan barang antik adalah "museum" kecil-kecilan. Semua barang yang lampau bisa ditemukan di sana, dari masa apa saja. Begitu juga untuk urusan musik.

Buat saya, toko barang bekas dan barang antik adalah "museum" kecil-kecilan. Semua barang yang lampau bisa ditemukan di sana, dari masa apa saja. Begitu juga untuk urusan musik.

Kalau kita main Bandung, di sana ada toko rekaman musik alias toko kaset, CD, piringan hitam bekas yang namanya DU68. Kalau mau bahas menu utamanya, memang toko yang disingkat dari nama Jalan Dipati Ukur Nomor 68 ini kebanyakan adalah kaset.

Susunan kaset di sini sudah kayak dinding toko itu sendiri, di kanan dan di kiri. Lalu CD-CD bertumpuk sederet dengan rak tersendiri dan di pinggir-pinggir bawahnya ada bak-bak kotak berisi piringan hitam.

Berapa ya jumlahnya? Saya juga bingung. Kalau dihitung-hitung sendiri, satu bilah rak yang menempel di dinding saja ada 700 kaset. Sementara, bilah-bilah itu lebih dari 10, dan itu baru yang menempel di dinding. Mungkin 10.000-15.000 kaset di situ, who knows.

Yang jelas jangan kelewat pede buat menemukan tempat ini dengan mengira kalau dari luar puluhan ribu kaset itu bisa langsung kelihatan.

Memang, buat sampai ke Jalan Dipati Ukur terbilang enggak sulit-sulit amat (ya lihat Waze, Maps, dan kawan-kawan aja sih ya paling gampang hehehe). Tapi toko ini tidak akan bisa langsung terlihat di sana karena posisinya berada di lantai dua. Setibanya di sana, kamu bisa parkir di lahan mini market sekitar saja jika membawa kendaraan.

Setelah itu, silakan menyeberang dan cari tangga yang bentuknya agak curam untuk  naik ke toko alias kios DU68. Buat yang baru keranjingan lagi sama rekaman pita yang sedang hype belakangan ini, masuk ke sana bisa bikin euforia sekaligus menyulap kita jadi "menara pantau". 

Iya, "menara pantau". Kalau bukan karena bingung, ya berdiri di depan toko itu saja akan bikin kita cuma diam kayak menara, lalu mata memantau ke sana ke mari, vertikal-horizontal, sampai miring-miring kepala 45 sampai 90 derajat buat baca judul-judul album yang dipajang. 

Soal harga, banderol buat satu kotak kaset dimulai dari Rp 15.000-Rp 20.000, dan seterusnya tergantung sejauh apa item itu pantas disebut "collector item" menurut si penjual. Ya harga yang sedanglah untuk harga kaset second, apalagi kalau nostalgic. 

Hal yang bikin penyuka musik betah lihat-lihat tentu saja kalau mereka merasa ketemu sama "harta karun". Misalnya, saya sendiri menemukan kaset band punk horor Misfits yang secara cetakan mirip sama produk keluaran record Amerika. Entah bootleg (kaset dengan isi dan bungkus bikinan sendiri), atau asli, kayaknya itu sih asli. 

Kenapa saya bilang "harta karun" dan bikin saya senang? Soalnya, di situ ada dua kaset, dan masing-masing adalah album yang enggak dikopi ulang di Indonesia di era akhir kaset masih populer. Tahun berapa ya itu? Ada yang ingat? Kalau enggak salah tahun 2000-an. 

Anak-anak yang besar di tahun 1990-an sampai tahun 2000-an (sekarang sudah bukan anak-anak haha), dan masih merasakan peredaran kaset, mungkin akan menemukan masa lalunya di sini. Nah, itu yang bahaya. Bisa jadi ada lagu-lagu zaman putus. Wew! 

Lagu-lagu zaman old juga enggak sedikit, bahkan porsi eksistensinya bisa dibilang hampir setengah isi toko. Lagu-lagu zaman old ini identik dengan kaset berwarna sampul putih yang bagian gambarnya adalah tempelan. 

Maklum, zaman itu kaset belum betul-betul diproduksi resmi di Indonesia, dan sifatnya masih hasil kopian dari piringan hitam. Tapi jangan salah soal kualitasnya. Suaranya biasanya lebih full secara konten. Ini karena kaset pita zaman dulu bahan bakunya belum pelit-pelit amat. Hehe. 

Lalu soal cari kaset, ini juga agak PR. Tapi sekalipun sebanyak itu, si penjual biasanya tahu posisinya. Nah, urusan cari-mencari judul album kaset penyanyi siapa, orkestra pimpinan siapa, atau band apa, bisa dicari sendiri secara alfabetis. 

Kadang memang gampang cari secara alfabetis kalau ingat namanya, tapi kalau yang dicari berdasarkan genre, wah ini agak untung-untungan, misalnya cari "jazz" di huruf "j". Itu pun kalau kata depan di albumnya pakai tulisan "jazz". 

Jadi, DU 68 ibarat perpustakaan khusus sejarah musik; dan serunya bisa dibeli buat dibawa pulang. Unsur sejarahnya misalnya begini: Di sana kita bisa tahu kalau penyanyi perempuan bersuara tinggi Berlian Hutahuruk ternyata pernah kolaborasi sama siapa aja, lagu soundtrack yang akhirnya dipakai lagi di film-film sekarang, atau malah menemukan lagu asli yang jadi sampel buat Daft Punk. 

Ada juga cerita soal artis lama yang cari kaset albumnya buat dikasih lihat ke anaknya dan yakinin kalau dulu orang tuanya ini penyanyi. 

Simpel yah. Niatnya mungkin toko jual beli kaset second, sama piringan hitam dan CD. Tapi toko ini bisa jadi tempat otentik, destinasi pemburu rekaman fisik musik buat mereka yang jalan-jalan ke Bandung.

 

Penulis: Wahyu Harjanto

Editor: Fik


Photography By : Dokumentasi Kokerekayu

TAGGED :
Please wait...